Pengantar
Ada adagium menarik yang perlu menjadi renungan bersama yaitu: “Writing has a good relationship with reading” (Menulis itu memiliki hubungan baik dengan membaca). Dengan kata lain, proses membaca dapat meningkatkan kualitas tulisan yang akan dibuat. Aktivitas membaca ini biasanya dilakukan ketika seseorang ingin mencari referensi bagi tulisan ilmiah mereka karena referensi identik dengan syarat keilmiahan atau merupakan “bumbu masak” bagi rumusan tulisan. Fenomena peningkatan minat baca ini kurang diberdayakan atau kurang adanya rangsangan-rangsangan yang mengundang adanya respon sebagaimana dikatakan Skinner dalam Operant Conditioning bahwa pasti akan ada response jika ada stimulus.
Rangsangan-rangsangan untuk membangkitkan minat baca ini kurang optimal diciptakan sehingga tradisi membaca dan menulis kurang terlihat aktivitasnya. Memang benar bahwa bangsa Indonesia hanya terkenal dengan bangsa yang penuh dengan aktivitas tuturnya bukannya tradisi tulis sehingga seakan tidak ada korelasi positif antara membaca dan menulis. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya warga yang suka ngrumpi di sembarang tempat bahkan membicarakan hal-hal yang kurang penting. Bahkan proses ini terkadang disebut sebagai bentuk peralihan kekecewaan (apatisme kolektif?). Mengapa mereka suka ngrumpi? Hal ini tidak terlepas dari keenganan meluangkan waktu untuk membaca. Ada beragam alasan mengapa mereka kurang suka membaca, yaitu.
1.Harga buku mahal. Ini adalah alasan konvensional yang sering dibuat-buat hanya untuk menutupi kelemahannya saja. Kalau harga buku itu mahal, mengapa tidak menjadi anggota perpustakaan saja? Atau mungkin bisa diaktualisasikan dengan membaca Koran, dll. Ternyata ada kebutuhan lain yang dianggap lebih penting dari itu yaitu beli HP, kredit rumah, makan makanan yang mahal, dll.
2.Malas membaca. Hal ini bisa dilihat di seluruh lapisan masyarakat, termasuk instansi-instansi atau kantor-kantor, yang kurang merangsang karyawannya untuk membaca buku sehingga, ketika dewasa, mereka malas membaca dan kalau membaca, mereka merasa kantuk walau hanya satu halaman saja. Ada cerita menarik dari rendahnya minat baca ini yaitu suatu ketika ada salah seorang pegawai Pemerintah Daerah yang suka baca. Kaji Karno, namanya. Ke mana-mana ia selalu membawa buku, termasuk di kantor di mana ia bekerja. Tidak ada waktu yang terbuang percuma selain bekerja dan membaca. Suatu ketika temannya mendapatinya sedang membaca dan berkata: “Apakah Sampean belum lulus dari bangku sekolah?” Kata temannya mengejek. Kaji karno hanya tersenyum sinis.
Realitas ini menunjukkan bahwa tumbuhnya minat baca itu hanya diukur ketika seseorang masih berada di bangku sekolah. Ketika lulus dari sekolah, tidak perlu membaca buku. Anggapan inilah yang membuat banyak orang tidak suka atau malas membaca sehingga ketika dihadapkan dengan diskursus-diskursus ilmiah mereka enggan berbuat lebih banyak.
3.Berada di lingkungan yang salah. Ketika seseorang berada pada lingkungan yang kurang mendukung, maka ia cenderung terpengaruh oleh kondisi seperti itu, walau tidak semuanya. Lingkungan yang kurang mendukung ini ternyata membawa dampak kurang baik bagi peningkatan minat baca. Hal senada juga pernah dikatakan Taufik Ismail, sastrawan dan pimpinan majalah sastra Horison, bahwa bangsa Indonesia rendah minat bacanya terhadap karya sastra. Beliau menyebut generasi Indonesia sebagai “Generasi Nol Buku.”
4.Kurang mau berubah. Sikap ingin berubah atau sikap inklusif sangat mendukung seseorang untuk maju dan selalu mengembangkan dinamika sosial. Ada adagium menarik yang mendukung pernyataan ini: “Segala sesuatu mesti berubah; yang tidak berubah adalah perubahan itu sendiri.” Tapi saying, konsep tentang perubahan ini tidak banyak direspon masyarakat dan mereka cukup terlena dengan sifat-sifat primordialisme yang kurang berkembang dan beradaptasi dengan perubahan.
5.Budaya ikut arus. Kehidupan hedonistik telah merambah dunia, termasuk Indonesia, dan banyak masyarakat yang “terkontaminasi” oleh perilaku dan budaya asing sehingga mereka lebih suka hura-hura daripada melampiaskan ke tradisi holistik seperti suka baca. Budaya ikut arus ini menjadi pesaing utama dalam menggagas tradisi membaca karena berada di posisi berlawanan (binary opposition).
6.Pengaruh media audio-visual yang cukup menggiurkan. Fakta menunjukkan bahwa masyarakat suka menonton TV daripada membaca buku. Padahal TV memiliki dampak negatif, selain dampak positif, yaitu membuat seseorang bersikap individualistik dan memiliki tingkat obesitas tinggi. Mengapa orang suka menonton TV? Ada beberapa alasan.
a.Nonton TV gratis dan berisi edutainment dan entertainment yang tidak memerlukan pemikiran yang berat-berat
b.Nonton TV bisa dilakukan sambil melakukan tugas lain
c.Nonton TV tidak terlalu banyak tuntutan, dll.
Apa Manfaat Membaca?
“Bacalah! Dengan Nama Tuhanmu yang telah menciptakan”
(Al Alaq:1)
Dalam kehidupan ada hal-hal spektakuler yang perlu direnungkan bersama agar mengarah ke kebahagiaan hidup. Salah satu bentuk kepuasan hidup itu adalah the ecstasy of reading (lezatnya membaca) bagi sebagian orang yang memahami betapa pentingnya ilmu pengetahuan dan begitu terhormatnya menyandang gelar intelektual karena kesukaannya membaca beragam bacaan yang bermutu. Jangan apriori dan fanatik terhadap salah satu ilmu saja karena manfaat ilmu itu sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada. Makin banyak ilmu yang dipelajari seseorang, dengan sikap inklusif, maka makin arif seseorang itu dalam menyikapi persoalan karena kedalaman wawasan nalarnya.
Melihat realitas di atas, dapatlah dideduksi manfaat membaca yang tersegmentasi sebagai berikut.
1.Membaca dapat membuka cakrawala. Seseorang akan tahu banyak informasi dan ilmu jika ia suka membaca apa saja secara inheren.
2.Membaca bisa mengurangi kepikunan seseorang. Karena otak sering diasah dan dilatih, maka otak tersebut akan berfungsi dengan baik seperti layaknya mesin yang selalu digunakan pasti akan menciptakan produktivitas tinggi.
3.Membaca menciptakan seseorang untuk bisa percaya diri. Orang yang berilmu akan lebih bersikap responsif terhadap gejalah yang ada di sekitarnya dan berusaha mencari solusinya. Selain itu, ia juga bisa percaya diri dalam bergaul dengan siapa pun tanpa kecuali karena bekal intelektualnya sudah banyak.
4.Dengan membaca seseorang akan mendapat pahala, khususnya ilmu yang bermanfaat. Aspek normatif inilah yang akan menghantarkan seseorang ke kehidupan lebih terhormat di sisi Tuhannya karena ilmu yang bermanfaat dan implementasi firman-Nya di dalam kitab suci, dsb.
Bagaimanakah Kiat-kiat menumbuhkan Minat Baca?
Sering kita mendengar beragam jargon dalam meningkatkan minat baca, seperti: Membaca Membuka Cakrawala, Reading is the Window of the World (Membaca adalah Jendela Dunia), Dengan Membaca Ilmu Bertambah, Membaca adalah Kunci Sukses Kehidupan, dll. Petuah-petuah bijak ini sekarang hanyalah sebuah jargon untuk melegitimasi budaya kekuasaan yang kurang menghargai betapa tinggi makna ilmu pengetahuan dalam kehidupan manusia. Tradisi jumud, karena tidak suka membaca, seperti ini hendaknya tidak perlu dipertahankan agar bangsa Indonesia, khususnya warga Kota Pasuruan, tidak tertinggal dengan negara atau kota lainnya.
Budaya menumbuhkan minat baca ini harus dikembangkan mulai sekarang, meskipun sudah terlambat, agar generasi mendatang terangsang untuk mengembangkan minat baca dengan pola
orientasi menciptakan, menurut Harianto (2007), the culture of civility (Budaya keadaban). Aspek ini sekaligus menunjukkan bahwa perlu ada ”ruh pendidikan” yang menggabungkan antara intelektualitas dan perilaku bijak (dengan parameter kecerdasan spiritual dan emosional) karena dalam esensi pendidikan paling tidak ada tiga hal mendasar berikut: (1) to change behavior (merubah perilaku), (2) to humanize people (memanusiakan manusia) (Freire, 2001) dan to liberate people (membebaskan manusia) (Freire, 2001). Atas konsiderasi ketiga hal esensial ini, maka dianggap perlu adanya upaya peningkatan minat baca kepada seluruh elemen bangsa tanpa kecuali. Apa yang seharusnya dilakukan untuk menumbuhkan minat baca ini? Ada beragam cara yang bisa dilakukan agar tumbuh minat baca di kalangan masyarakat, khususnya generasi pemula, seperti:
(1) buatlah perpustakaan pribadi di rumah. Perpustakaan pribadi merupakan rangsangan awal bagi anak untuk gemar membaca. Kalau orangtua mereka suka membaca dan didukung oleh perpustakaan pribadi yang representatif, niscaya anak-anak akan terangsang untuk membaca pula. Usahakan koleksi bukunya beragam agar atensi dan motivasi anak bisa terus berkembang.
(2) Ajaklah anak-anak ke toko-toko buku. Toko buku merupakan sarana belajar ”gratis” karena beberapa toko buku menyediakan buku dan tempat untuk dibaca secara gratis. Biarkan mereka menikmati ”surga bacaan” di sana. Langkah ini sedikit menghemat anggaran dan sekaligus memperluas khasanah anak untuk menambah koleksi buku dalam ingatan mereka. Saat ini kita cukup prihatin karena banyak orangtua yang mengajak anak-anak mereka ke mall-mall untuk shopping bukannya ke toko buku makanya tingkat minat bacanya rendah.
(3) Ajaklah anak-anak ke Pameran Buku (Book Fair). Pameran Buku yang diadakan dengan mengundang para penerbit biasanya sangat penting bagi masyarakat karena mengandung mutual advantages. Di sini mereka tidak hanya bisa membeli dan membaca, akan tetapi juga bisa berkonsultasi dengan para pemilik stand buku tentang beragam isi buku. Langkah ini sekaligus menjadi dorongan positif bagi anak agar gemar membaca melalui cara-cara sederhana dengan jalan menanyakan ringkasan buku.
(4) Bacakan cerita kepada anak. Tradisi kaum priyayi jaman dahulu adalah membacakan cerita-cerita kepada anak sebelum tidur atau di waktu santai sehingga anak-anak dirangsang sejak dini untuk cinta ilmu pengetahuan walaupun hanya melalui bahasa tutur saja dan pengembangan tipe kecerdasan auditori. Pola pengajaran ini sekaligus mengajarkan kepada anak betapa penting memahami beragam alur cerita sehingga, ketika dewasa, mereka akan diharapkan terbiasa menulis cerita semacam dengan inovasi pengembangannya.
Bagaimanakah Membaca Buku yang Baik itu?
Ada seorang bijak berkata bahwa bukan hanya jasmani saja yang diberi makan akan tetapi juga ruhani agar tercipta keseimbangan dalam kehidupan. Apakah makanan ruhani itu? Makanan ruhani itu, masih menurut pakar psikologi Islam di atas, adalah bacaan, baik yang tekstual (kauliyyah), berkenaan dengan teks-teks tertulis, maupun kontekstual (kauniyyah), berkenaan dengan fenomena alam yang menjadi rujukan informasi. Atas pertimbangan ini, maka dirasa perlu memahami bagaimana cara membaca buku yang baik agar lebih praktis, efektif dan efisien. Adapun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut.
1.Baca daftar isinya
2.Cari informasi yang dibutuhkan di Daftar Isi tersebut
3.Buatlah kartu referensi yang intinya mencatat kata-kata atau kalimat-kalimat penting. Adapun contohnya adalah sebagai berikut. (Hanya sebuah alternatif)
4.Kumpulkan kartu-kartu referensi itu untuk dijadikan sebagai rujukan ketika kita akan menulis
5.Setelah membaca buku, cobalah mengadakan perenungan (kontemplasi) untuk mencari konklusi dan kemungkinan asosiasi-asosiasi untuk pengembangan lebih lanjut dan sekaligus memudahkan dalam pemahaman.
Solusi dari Kendala-kendala Peningkatan Minat Baca
Di atas telah dipaparkan skenario persoalan mengapa banyak orang tidak suka membaca dengan beragam alasannya, yaitu: (1) daya beli rendah, (2) malas membaca, (3) berada di lingkungan yang salah, (4) kurang mau berubah, (5) budaya ikut arus, dan (6) pengaruh media audio-visual yang cukup menggiurkan. Enam persoalan klise ini terkesan dibuat-buat untuk terhindar dari julukan orang yang tidak suka membaca. Untuk itu, perlu dicarikan jalan tengah agar banyak orang suka membaca dengan beragam aktivitas sosial maupun profit-oriented untuk kepentingan sosial. Langkah-langkah kolosal yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut.
1.Adanya inisiatif untuk mendidirikan sanggar bacaan. Sanggar ini dimaksudkan pula sebagai tempat aktivitas belajar dengan maksud menumbuhkembangkan minat baca dan mengajari bagaimana cara menulis yang baik seperti yang dilakukan oleh Gola Gong, novelis, dan Nasrudeen Anshory, tokoh LSM di Yogyakarta.
2.Adanya kemauan untuk membeli buku-buku bekas dan meminjamkannya ke orang lain. Aktivitas ini merupakan pengejawantahan dari amal lewat buku.
3.Adanya forum kajian disiplin keilmuan. Forum ini dimaksudkan untuk memberi rangsangan agar menggali fenomena yang berkembang di tengah dan mencarikan jalan terbaik untuk pemecahannya
4.Adanya upaya mendorong Pemerintah Daerah untuk membuat mobile library (perpustakaan keliling), di atas mobil atau becak yang dimodifikasi, dll.
5.Adanya lomba-lomba resensi buku, novel, dll. dengan tujuan membudayakan gemar membaca
6.Keterlibatan di komunitas pecinta buku seperti FLP (Forum Lingkar Pena), FPB (Forum Pecinta Buku), dll.
7.Selalu menyebarkan ilmu pengetahuan kepada orang lain. Setiap ada info baru diinformasikan kepada orang lain dengan harapan mendapat respon rasional.
8.Adanya pemahaman akan suasana dalam membaca. Kenalilah tipe bacaan yang relevan untuk waktu-waktu tertentu dengan memperhatikan mood saat itu.
9.Manfaatkan dunia maya sebagai alternatif media pembelajaran
Kesimpulan
Ada adagium menarik yang perlu dipertimbangkan bersama dalam memotivasi seseorang dalam membaca: “Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai warisan intelektual leluhurnya.” Kalimat ini merupakan mythical words yang perlu dijadikan pegangan dalam memberdayakan minat baca. Untuk itu, beragam argumen yang tidak rasional tidak perlu dikedepankan untuk mempertahankan primordialisme kaku dan anti-ilmu pengetahuan. Berangkat dari proposisi ini, maka upaya peningkatan minat baca harus dilakukan dengan segala cara positif dan penuh inovasi serta kreativitas tinggi agar bangsa ini menuju, menurut Hossen (1990), reading society (masyarakat belajar). Berilah teladan membaca buku dan sebarkan kepada orang lain hikmah ilmu pengetahuan. Never surrender in reading and writing. Cobalah dan semoga berhasil
Ada adagium menarik yang perlu menjadi renungan bersama yaitu: “Writing has a good relationship with reading” (Menulis itu memiliki hubungan baik dengan membaca). Dengan kata lain, proses membaca dapat meningkatkan kualitas tulisan yang akan dibuat. Aktivitas membaca ini biasanya dilakukan ketika seseorang ingin mencari referensi bagi tulisan ilmiah mereka karena referensi identik dengan syarat keilmiahan atau merupakan “bumbu masak” bagi rumusan tulisan. Fenomena peningkatan minat baca ini kurang diberdayakan atau kurang adanya rangsangan-rangsangan yang mengundang adanya respon sebagaimana dikatakan Skinner dalam Operant Conditioning bahwa pasti akan ada response jika ada stimulus.
Rangsangan-rangsangan untuk membangkitkan minat baca ini kurang optimal diciptakan sehingga tradisi membaca dan menulis kurang terlihat aktivitasnya. Memang benar bahwa bangsa Indonesia hanya terkenal dengan bangsa yang penuh dengan aktivitas tuturnya bukannya tradisi tulis sehingga seakan tidak ada korelasi positif antara membaca dan menulis. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya warga yang suka ngrumpi di sembarang tempat bahkan membicarakan hal-hal yang kurang penting. Bahkan proses ini terkadang disebut sebagai bentuk peralihan kekecewaan (apatisme kolektif?). Mengapa mereka suka ngrumpi? Hal ini tidak terlepas dari keenganan meluangkan waktu untuk membaca. Ada beragam alasan mengapa mereka kurang suka membaca, yaitu.
1.Harga buku mahal. Ini adalah alasan konvensional yang sering dibuat-buat hanya untuk menutupi kelemahannya saja. Kalau harga buku itu mahal, mengapa tidak menjadi anggota perpustakaan saja? Atau mungkin bisa diaktualisasikan dengan membaca Koran, dll. Ternyata ada kebutuhan lain yang dianggap lebih penting dari itu yaitu beli HP, kredit rumah, makan makanan yang mahal, dll.
2.Malas membaca. Hal ini bisa dilihat di seluruh lapisan masyarakat, termasuk instansi-instansi atau kantor-kantor, yang kurang merangsang karyawannya untuk membaca buku sehingga, ketika dewasa, mereka malas membaca dan kalau membaca, mereka merasa kantuk walau hanya satu halaman saja. Ada cerita menarik dari rendahnya minat baca ini yaitu suatu ketika ada salah seorang pegawai Pemerintah Daerah yang suka baca. Kaji Karno, namanya. Ke mana-mana ia selalu membawa buku, termasuk di kantor di mana ia bekerja. Tidak ada waktu yang terbuang percuma selain bekerja dan membaca. Suatu ketika temannya mendapatinya sedang membaca dan berkata: “Apakah Sampean belum lulus dari bangku sekolah?” Kata temannya mengejek. Kaji karno hanya tersenyum sinis.
Realitas ini menunjukkan bahwa tumbuhnya minat baca itu hanya diukur ketika seseorang masih berada di bangku sekolah. Ketika lulus dari sekolah, tidak perlu membaca buku. Anggapan inilah yang membuat banyak orang tidak suka atau malas membaca sehingga ketika dihadapkan dengan diskursus-diskursus ilmiah mereka enggan berbuat lebih banyak.
3.Berada di lingkungan yang salah. Ketika seseorang berada pada lingkungan yang kurang mendukung, maka ia cenderung terpengaruh oleh kondisi seperti itu, walau tidak semuanya. Lingkungan yang kurang mendukung ini ternyata membawa dampak kurang baik bagi peningkatan minat baca. Hal senada juga pernah dikatakan Taufik Ismail, sastrawan dan pimpinan majalah sastra Horison, bahwa bangsa Indonesia rendah minat bacanya terhadap karya sastra. Beliau menyebut generasi Indonesia sebagai “Generasi Nol Buku.”
4.Kurang mau berubah. Sikap ingin berubah atau sikap inklusif sangat mendukung seseorang untuk maju dan selalu mengembangkan dinamika sosial. Ada adagium menarik yang mendukung pernyataan ini: “Segala sesuatu mesti berubah; yang tidak berubah adalah perubahan itu sendiri.” Tapi saying, konsep tentang perubahan ini tidak banyak direspon masyarakat dan mereka cukup terlena dengan sifat-sifat primordialisme yang kurang berkembang dan beradaptasi dengan perubahan.
5.Budaya ikut arus. Kehidupan hedonistik telah merambah dunia, termasuk Indonesia, dan banyak masyarakat yang “terkontaminasi” oleh perilaku dan budaya asing sehingga mereka lebih suka hura-hura daripada melampiaskan ke tradisi holistik seperti suka baca. Budaya ikut arus ini menjadi pesaing utama dalam menggagas tradisi membaca karena berada di posisi berlawanan (binary opposition).
6.Pengaruh media audio-visual yang cukup menggiurkan. Fakta menunjukkan bahwa masyarakat suka menonton TV daripada membaca buku. Padahal TV memiliki dampak negatif, selain dampak positif, yaitu membuat seseorang bersikap individualistik dan memiliki tingkat obesitas tinggi. Mengapa orang suka menonton TV? Ada beberapa alasan.
a.Nonton TV gratis dan berisi edutainment dan entertainment yang tidak memerlukan pemikiran yang berat-berat
b.Nonton TV bisa dilakukan sambil melakukan tugas lain
c.Nonton TV tidak terlalu banyak tuntutan, dll.
Apa Manfaat Membaca?
“Bacalah! Dengan Nama Tuhanmu yang telah menciptakan”
(Al Alaq:1)
Dalam kehidupan ada hal-hal spektakuler yang perlu direnungkan bersama agar mengarah ke kebahagiaan hidup. Salah satu bentuk kepuasan hidup itu adalah the ecstasy of reading (lezatnya membaca) bagi sebagian orang yang memahami betapa pentingnya ilmu pengetahuan dan begitu terhormatnya menyandang gelar intelektual karena kesukaannya membaca beragam bacaan yang bermutu. Jangan apriori dan fanatik terhadap salah satu ilmu saja karena manfaat ilmu itu sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada. Makin banyak ilmu yang dipelajari seseorang, dengan sikap inklusif, maka makin arif seseorang itu dalam menyikapi persoalan karena kedalaman wawasan nalarnya.
Melihat realitas di atas, dapatlah dideduksi manfaat membaca yang tersegmentasi sebagai berikut.
1.Membaca dapat membuka cakrawala. Seseorang akan tahu banyak informasi dan ilmu jika ia suka membaca apa saja secara inheren.
2.Membaca bisa mengurangi kepikunan seseorang. Karena otak sering diasah dan dilatih, maka otak tersebut akan berfungsi dengan baik seperti layaknya mesin yang selalu digunakan pasti akan menciptakan produktivitas tinggi.
3.Membaca menciptakan seseorang untuk bisa percaya diri. Orang yang berilmu akan lebih bersikap responsif terhadap gejalah yang ada di sekitarnya dan berusaha mencari solusinya. Selain itu, ia juga bisa percaya diri dalam bergaul dengan siapa pun tanpa kecuali karena bekal intelektualnya sudah banyak.
4.Dengan membaca seseorang akan mendapat pahala, khususnya ilmu yang bermanfaat. Aspek normatif inilah yang akan menghantarkan seseorang ke kehidupan lebih terhormat di sisi Tuhannya karena ilmu yang bermanfaat dan implementasi firman-Nya di dalam kitab suci, dsb.
Bagaimanakah Kiat-kiat menumbuhkan Minat Baca?
Sering kita mendengar beragam jargon dalam meningkatkan minat baca, seperti: Membaca Membuka Cakrawala, Reading is the Window of the World (Membaca adalah Jendela Dunia), Dengan Membaca Ilmu Bertambah, Membaca adalah Kunci Sukses Kehidupan, dll. Petuah-petuah bijak ini sekarang hanyalah sebuah jargon untuk melegitimasi budaya kekuasaan yang kurang menghargai betapa tinggi makna ilmu pengetahuan dalam kehidupan manusia. Tradisi jumud, karena tidak suka membaca, seperti ini hendaknya tidak perlu dipertahankan agar bangsa Indonesia, khususnya warga Kota Pasuruan, tidak tertinggal dengan negara atau kota lainnya.
Budaya menumbuhkan minat baca ini harus dikembangkan mulai sekarang, meskipun sudah terlambat, agar generasi mendatang terangsang untuk mengembangkan minat baca dengan pola
orientasi menciptakan, menurut Harianto (2007), the culture of civility (Budaya keadaban). Aspek ini sekaligus menunjukkan bahwa perlu ada ”ruh pendidikan” yang menggabungkan antara intelektualitas dan perilaku bijak (dengan parameter kecerdasan spiritual dan emosional) karena dalam esensi pendidikan paling tidak ada tiga hal mendasar berikut: (1) to change behavior (merubah perilaku), (2) to humanize people (memanusiakan manusia) (Freire, 2001) dan to liberate people (membebaskan manusia) (Freire, 2001). Atas konsiderasi ketiga hal esensial ini, maka dianggap perlu adanya upaya peningkatan minat baca kepada seluruh elemen bangsa tanpa kecuali. Apa yang seharusnya dilakukan untuk menumbuhkan minat baca ini? Ada beragam cara yang bisa dilakukan agar tumbuh minat baca di kalangan masyarakat, khususnya generasi pemula, seperti:
(1) buatlah perpustakaan pribadi di rumah. Perpustakaan pribadi merupakan rangsangan awal bagi anak untuk gemar membaca. Kalau orangtua mereka suka membaca dan didukung oleh perpustakaan pribadi yang representatif, niscaya anak-anak akan terangsang untuk membaca pula. Usahakan koleksi bukunya beragam agar atensi dan motivasi anak bisa terus berkembang.
(2) Ajaklah anak-anak ke toko-toko buku. Toko buku merupakan sarana belajar ”gratis” karena beberapa toko buku menyediakan buku dan tempat untuk dibaca secara gratis. Biarkan mereka menikmati ”surga bacaan” di sana. Langkah ini sedikit menghemat anggaran dan sekaligus memperluas khasanah anak untuk menambah koleksi buku dalam ingatan mereka. Saat ini kita cukup prihatin karena banyak orangtua yang mengajak anak-anak mereka ke mall-mall untuk shopping bukannya ke toko buku makanya tingkat minat bacanya rendah.
(3) Ajaklah anak-anak ke Pameran Buku (Book Fair). Pameran Buku yang diadakan dengan mengundang para penerbit biasanya sangat penting bagi masyarakat karena mengandung mutual advantages. Di sini mereka tidak hanya bisa membeli dan membaca, akan tetapi juga bisa berkonsultasi dengan para pemilik stand buku tentang beragam isi buku. Langkah ini sekaligus menjadi dorongan positif bagi anak agar gemar membaca melalui cara-cara sederhana dengan jalan menanyakan ringkasan buku.
(4) Bacakan cerita kepada anak. Tradisi kaum priyayi jaman dahulu adalah membacakan cerita-cerita kepada anak sebelum tidur atau di waktu santai sehingga anak-anak dirangsang sejak dini untuk cinta ilmu pengetahuan walaupun hanya melalui bahasa tutur saja dan pengembangan tipe kecerdasan auditori. Pola pengajaran ini sekaligus mengajarkan kepada anak betapa penting memahami beragam alur cerita sehingga, ketika dewasa, mereka akan diharapkan terbiasa menulis cerita semacam dengan inovasi pengembangannya.
Bagaimanakah Membaca Buku yang Baik itu?
Ada seorang bijak berkata bahwa bukan hanya jasmani saja yang diberi makan akan tetapi juga ruhani agar tercipta keseimbangan dalam kehidupan. Apakah makanan ruhani itu? Makanan ruhani itu, masih menurut pakar psikologi Islam di atas, adalah bacaan, baik yang tekstual (kauliyyah), berkenaan dengan teks-teks tertulis, maupun kontekstual (kauniyyah), berkenaan dengan fenomena alam yang menjadi rujukan informasi. Atas pertimbangan ini, maka dirasa perlu memahami bagaimana cara membaca buku yang baik agar lebih praktis, efektif dan efisien. Adapun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut.
1.Baca daftar isinya
2.Cari informasi yang dibutuhkan di Daftar Isi tersebut
3.Buatlah kartu referensi yang intinya mencatat kata-kata atau kalimat-kalimat penting. Adapun contohnya adalah sebagai berikut. (Hanya sebuah alternatif)
4.Kumpulkan kartu-kartu referensi itu untuk dijadikan sebagai rujukan ketika kita akan menulis
5.Setelah membaca buku, cobalah mengadakan perenungan (kontemplasi) untuk mencari konklusi dan kemungkinan asosiasi-asosiasi untuk pengembangan lebih lanjut dan sekaligus memudahkan dalam pemahaman.
Solusi dari Kendala-kendala Peningkatan Minat Baca
Di atas telah dipaparkan skenario persoalan mengapa banyak orang tidak suka membaca dengan beragam alasannya, yaitu: (1) daya beli rendah, (2) malas membaca, (3) berada di lingkungan yang salah, (4) kurang mau berubah, (5) budaya ikut arus, dan (6) pengaruh media audio-visual yang cukup menggiurkan. Enam persoalan klise ini terkesan dibuat-buat untuk terhindar dari julukan orang yang tidak suka membaca. Untuk itu, perlu dicarikan jalan tengah agar banyak orang suka membaca dengan beragam aktivitas sosial maupun profit-oriented untuk kepentingan sosial. Langkah-langkah kolosal yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut.
1.Adanya inisiatif untuk mendidirikan sanggar bacaan. Sanggar ini dimaksudkan pula sebagai tempat aktivitas belajar dengan maksud menumbuhkembangkan minat baca dan mengajari bagaimana cara menulis yang baik seperti yang dilakukan oleh Gola Gong, novelis, dan Nasrudeen Anshory, tokoh LSM di Yogyakarta.
2.Adanya kemauan untuk membeli buku-buku bekas dan meminjamkannya ke orang lain. Aktivitas ini merupakan pengejawantahan dari amal lewat buku.
3.Adanya forum kajian disiplin keilmuan. Forum ini dimaksudkan untuk memberi rangsangan agar menggali fenomena yang berkembang di tengah dan mencarikan jalan terbaik untuk pemecahannya
4.Adanya upaya mendorong Pemerintah Daerah untuk membuat mobile library (perpustakaan keliling), di atas mobil atau becak yang dimodifikasi, dll.
5.Adanya lomba-lomba resensi buku, novel, dll. dengan tujuan membudayakan gemar membaca
6.Keterlibatan di komunitas pecinta buku seperti FLP (Forum Lingkar Pena), FPB (Forum Pecinta Buku), dll.
7.Selalu menyebarkan ilmu pengetahuan kepada orang lain. Setiap ada info baru diinformasikan kepada orang lain dengan harapan mendapat respon rasional.
8.Adanya pemahaman akan suasana dalam membaca. Kenalilah tipe bacaan yang relevan untuk waktu-waktu tertentu dengan memperhatikan mood saat itu.
9.Manfaatkan dunia maya sebagai alternatif media pembelajaran
Kesimpulan
Ada adagium menarik yang perlu dipertimbangkan bersama dalam memotivasi seseorang dalam membaca: “Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai warisan intelektual leluhurnya.” Kalimat ini merupakan mythical words yang perlu dijadikan pegangan dalam memberdayakan minat baca. Untuk itu, beragam argumen yang tidak rasional tidak perlu dikedepankan untuk mempertahankan primordialisme kaku dan anti-ilmu pengetahuan. Berangkat dari proposisi ini, maka upaya peningkatan minat baca harus dilakukan dengan segala cara positif dan penuh inovasi serta kreativitas tinggi agar bangsa ini menuju, menurut Hossen (1990), reading society (masyarakat belajar). Berilah teladan membaca buku dan sebarkan kepada orang lain hikmah ilmu pengetahuan. Never surrender in reading and writing. Cobalah dan semoga berhasil